Suwit Creative – Beredar di media sosial bahwa udara dingin yang terjadi di sejumlah daerah Indonesia disebabkan oleh Aphelion, yaitu jarak bumi dengan matahari yang berada pada titik terjauh. Namun, menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), udara dingin (bediding) yang dirasakan akhir-akhir ini adalah hal yang normal pada puncak musim kemarau. Fenomena ini terutama terjadi di Indonesia bagian selatan, mulai dari Jawa hingga Nusa Tenggara Timur (NTT), dan biasanya dirasakan saat langit cerah atau setelah beberapa waktu tidak ada hujan.
BMKG menjelaskan bahwa udara dingin yang dirasakan masyarakat bukan disebabkan oleh fenomena Aphelion, melainkan akibat dari perubahan musim yang sedang berlangsung. Puncak musim kemarau ditandai dengan minimnya tutupan awan dan rendahnya kelembapan udara, yang menyebabkan penurunan suhu udara, terutama pada malam hari hingga dini hari.
Menurut Deputi Bidang Meteorologi BMKG, udara dingin ini adalah fenomena yang terjadi setiap tahun pada periode puncak musim kemarau. Fenomena ini biasa terjadi pada bulan Juli hingga Agustus, saat langit cerah dan curah hujan sangat rendah. Ketiadaan awan pada malam hari menyebabkan radiasi permukaan bumi langsung terlepas ke atmosfer, sehingga suhu permukaan turun lebih drastis.
BMKG menekankan bahwa Aphelion, yang terjadi sekitar bulan Juli setiap tahunnya, tidak memiliki dampak signifikan terhadap perubahan suhu di permukaan bumi, termasuk di Indonesia. Aphelion hanya menyebabkan sedikit perubahan pada intensitas radiasi matahari yang diterima bumi, dan tidak cukup signifikan untuk menyebabkan penurunan suhu udara yang drastis.
Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk tidak khawatir menghadapi udara dingin ini. BMKG juga mengingatkan pentingnya menjaga kesehatan dan menyiapkan diri dengan pakaian hangat, terutama bagi masyarakat yang tinggal di daerah dataran tinggi dan pedesaan yang lebih rentan terhadap penurunan suhu udara.***