Suwit Creative – Baru-baru ini, merk fashion kenamaan yaitu Dior terjerat skandal eksploitasi pekerja. Melansir dari New York Post, pejabat penegak hukum di Eropa berani menuding bahwa kontraktor yang disewa oleh brand Dior memberikan upah yang sangat rendah untuk para pekerja buruh, yakni sekitar 2 USD – 3 USD atau setara dengan sekitar 32 ribu – 48 ribu rupiah per jam. Padahal, margin laba dari penjualan mereka sangatlah besar, membuat kesenjangan antara keuntungan perusahaan dan kesejahteraan pekerja semakin mencolok.
Menurut The Wall Street Journal, harga pokok produksi satu item ternyata tidak mencapai 1 juta rupiah dengan harga jual fantastis mencapai ribuan dolar per item-nya. Keuntungan yang sangat besar ini semakin menambah ironi ketika kita mengetahui bahwa di dalam dokumen pengadilan juga tercatat bahwa beberapa brand besar, termasuk Dior, meniadakan alat keamanan dari mesin agar bisa beroperasi lebih cepat. Langkah ini diambil untuk memaksimalkan produksi produk dengan meminimalisir biaya produksi, namun berdampak langsung pada keselamatan pekerja. Sungguh miris melihat bagaimana nyawa pekerja seolah menjadi taruhan demi keuntungan semata.
Praktik eksploitasi pekerja oleh Dior ini bukanlah yang pertama kali terjadi. Banyak pabrik-pabrik fast fashion lain yang kedapatan melanggar aturan kelayakan kerja. Laporan dari Organisasi Buruh Internasional (ILO) menyoroti bahwa pekerja di pabrik-pabrik fast fashion sering kali ditempatkan dalam kondisi kerja yang tidak manusiawi. Mereka sering bekerja dalam jam yang panjang, terkadang lebih dari 12 jam sehari, tanpa kompensasi yang adil. Upah yang mereka terima sering kali jauh di bawah standar upah minimum lokal, yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka seperti makanan, perumahan, dan pendidikan.
Kondisi Kerja yang Tidak Manusiawi
Pekerja di industri fashion sering kali dihadapkan pada risiko keselamatan yang serius di tempat kerja. Pabrik-pabrik yang memproduksi barang-barang fashion ini sering kali tidak memenuhi standar keselamatan dan kesehatan yang diperlukan, dengan kecelakaan kerja yang sering terjadi akibat kondisi kerja yang tidak aman. Kondisi ini tidak hanya mengancam keselamatan pekerja, tetapi juga memberikan dampak negatif yang serius terhadap kesejahteraan mereka secara keseluruhan. Misalnya, para pekerja sering kali dipaksa untuk bekerja di lingkungan yang tidak sehat, dengan paparan bahan kimia berbahaya dan mesin yang tidak dilengkapi dengan perlindungan yang memadai.
Di samping itu, laporan investigatif dari BBC tahun lalu mengungkapkan bahwa beberapa merek fashion terkemuka masih terlibat dalam praktik kerja paksa di pabrik-pabrik mereka di wilayah Asia. Pekerja mengakui bahwa kelayakan fasilitas kerja sangatlah minim. Bahkan mengerikannya, pada tahun 2014 ada kejadian tewasnya kurang lebih 1.000 pekerja akibat gedung komplek pabrik Rana Plaza di Dhaka, Bangladesh runtuh menimpa mereka. Tragedi ini membuka mata dunia akan kondisi kerja yang sangat buruk dan tidak aman yang dihadapi oleh jutaan pekerja di industri fashion.
Peran Konsumen dalam Mengatasi Eksploitasi
Dari kejadian-kejadian tidak manusiawi ini, apa yang bisa kita lakukan sebagai konsumen? Pertama-tama, kita harus lebih sadar akan asal-usul produk fashion yang kita beli. Konsumen memiliki kekuatan untuk mendorong perubahan dengan memilih untuk berbelanja dari merek-merek yang menerapkan praktik produksi yang adil dan bertanggung jawab. Memilih untuk mendukung merek-merek yang transparan dalam rantai pasok mereka dan berkomitmen untuk memperbaiki kondisi kerja adalah langkah kecil namun berdampak besar dalam memperbaiki kondisi kerja di industri fashion.
Tekanan publik dan perhatian media terhadap skandal kerja buruh ini telah memaksa beberapa merek untuk meningkatkan transparansi dan memperbaiki standar kerja di rantai pasok mereka. Namun, masih banyak yang perlu dilakukan. Perusahaan fashion harus mengambil langkah-langkah konkret untuk memastikan bahwa semua pekerja dalam rantai pasok mereka diperlakukan dengan adil dan mendapatkan upah yang layak. Ini bukan hanya tentang kepatuhan terhadap peraturan hukum, tetapi juga tentang tanggung jawab moral dan sosial untuk menghormati hak asasi manusia pekerja.
Menuju Industri Fashion yang Lebih Adil
Melalui upaya kolaboratif dari semua pihak terkait, termasuk perusahaan, pemerintah, LSM, dan konsumen, kita dapat bergerak menuju industri fashion yang lebih adil dan manusiawi. Perubahan ini memerlukan komitmen jangka panjang dan pengawasan yang ketat untuk memastikan bahwa standar kerja yang layak diterapkan di seluruh rantai pasok global.
Kita juga perlu mendorong regulasi yang lebih ketat dan penegakan hukum yang lebih efektif terhadap pelanggaran hak-hak pekerja. Industri fashion, yang selama ini dikenal sebagai salah satu industri dengan pertumbuhan tercepat, harus menjadi contoh dalam hal perlakuan yang adil terhadap pekerja. Dengan cara ini, setiap orang yang terlibat dalam produksi fashion, dari pabrik hingga konsumen, dapat memiliki kehidupan yang layak dan bermartabat.
Kesadaran dan tindakan kolektif dari semua pihak inilah yang akan menciptakan perubahan nyata dan signifikan dalam industri fashion global.***
Follow IG : Suwit Creative (@suwitcreative) • Instagram photos and videos